12
- January
2014
No Comments
Mandiri
MANDIRI
by: Ika Dian
SMKN 1 TROWULAN
(Pemenang 10 besar cerpen pena brawijaya)
“Dimataku kamu adalah seorang teman yang hebat, yang sekarang membuatku jadi terinspirasi.” Kata Aris (teman sekelasku) saat jam istirahat “aku?hebat kenapa?” tanyaku bingung. Aku adalah Ika Dian, siswi SMK Pariwisata Trowulan.Aku tak begitu cerdas,hanya saja aku anak yang suka menabung (hehe…).Aris mulai menilaiku menjadi temanya yang hebat sejak ia bertanya tentang tanggungan SPP(biaya sekolah per bulan) yang belum aku bayar.Sudah menjadi aturan sekolahku saat menjelang ujian semester,harus melunasi tanggungan SPP sampai bulan pelaksanaan ujian.Kala itu Aris sedikit panik dan terlihat gelisah karena belum melunasi SPP,dia bertanya kepada teman yang lain apakah ada juga yang belum lunas.Dan dia bertanya padaku “kamu sudah lunas SPP?” dengan santai kujawab “belum” dia bertanya sekali lagi,karena terlalu gelisah jadinya dia seperti mengintrogasi “kenapa kamu terlihat tenang sekali?kamu tau kan kalau belum lunas nggak akan dapet kartu ujian dan disuruh mengerjakan dikantor guru?” “aku tau ris,memang aku belum,tapi aku sudah mempersiapkannya,kurang 20 ribu” dia manggut-manggut dan bertanya lagi “jadi kamu udah minta uang ke orang tuamu sebelumnya?pantesan tenang!” “nggak,aku nggak pernah bilang berapa tanggungan SPP ku, dan mereka juga nggak pernah tanya kecuali aku minta,aku hanya punya uang tabungan dari uang saku yang aku kumpulin setiap hari” jawabku. “Kamu bayar dengan uang sakumu sendiri?Ika,SPP kita 100 ribu per bulan,itu banyak!bagaimana bisa kamu bayar SPP hanya dengan uang sakumu?memangnya berapa uang sakumu sehari?” dia bertanya dengan nada yang sekali lagi mengintrogasi.”Nabung lah ris!uang sakuku sehari lima ribu,nabungnya dimulai awal bulan,jadi satu minggu aku harus bisa ngumpulin 30 ribu, dua minggu 60 ribu, tiga minggu udah 90 ribu, masalah jajan, kamu tau sendiri kan?aku setiap hari bawa bontotan (bekal makanan) dari rumah, kalau pun uang sakuku dibuat keperluan lain kayak ngerjain tugas yang ke warnet dan harus nge-print berlembar-lembar, uang tabungan buat SPP emang bakalan kepotong, disitu baru aku minta ke Bapak, tapi nggak ada separohnya, kayak sekarang, aku hanya akan minta 20 ribu” jawabku bak memberikan dakwah ke Aris. “Kamu serius?uang sakuku aja sepuluh ribu sehari, dan aku nggak pernah mikirin buat nabung kayak gitu, apalagi kalau buat bayar SPP, bagiku itu kewajiban orang tuaku ka, padahal kalau kayak kamu aku cuma butuh waktu dua minggu buat ngumpulin 100 ribu, bahkan itupun sisa 20 ribu, dan lagi kalau ada tugas yang harus ngeluarin uang, aku minta uang tambahan ke Bapak” ucap Aris yang tidak lagi mengintrogasi.”Masalahnya bukan pada kewajiban orang tua buat biayain SPP ris,tapi aku hanya pengen belajar mandiri dan pengen ngeringanin beban bapak buat biayain sekolahku.” Setelah Aris tau hal itu, dia jadi sering mememaniku makan dikelas saat jam istirahat dengan bontotan masing-masing yang kami bawa dari rumah.Dia jadi jarang jajan dikantin dan dia benar-benar menabung untuk bayar SPP. Saat kutanya kenapa dia jadi terinspirasi olehku,dia menjawab “karena aku nggak mau punya perasaan gelisah setiap mau ujian semester gara-gara belum lunas bayar SPP ka,dan aku berfikir selama ini aku jahat juga, orang tua susah payah ngebiayain sekolah, tapi aku malah jadi anak yang bisanya ngabisin uang, memang itu kewajiban mereka buat ngebiayain kita,ngasih uang jajan ke kita,yah…seperti kata kamu, yang pengen belajar mandiri dan pengen ngeringanin beban bapak kamu dalam biayain sekolah, aku juga pengen belajar hal itu, aku fikir itu memang tugas kita, ngeringanin beban mereka dengan belajar jadi dewasa.”