12
- January
2014
Posted By : Brawijaya Mengajar
Tanpa Sengaja Kukenal Wita dan Kisahnya

Tanpa Sengaja Kukenal Wita dan Kisahnya

by: Mehilda Rosdaliva

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(Juara III, pemenang lomba cerpen Pena Brawijaya)

 

Ruang pengawas koperasi mahasiswa sudah berhasil kusulap menjadi lebih indah. Ruangan yang semula gelap akan tampak lebih terang dengan adanya perbaikan dijendelanya. Pasangan genting transparan itu membuat cahaya bebas masuk menyinari ruangan yang berukuran 4m x 3m itu. Kini saatnya bertolak dari area bisnis ke area jurnalis untuk menyerahkan naskah berita terbaru di bulan november untuk penerbitan majalah Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Kakiku berangsur keluar ruangan menuju jalan di pelataran mini market yang terlihat lebih rame dari biasanya, maklumlah musim siswa SMK magang.

Bus Kampus melaju seperti siput . Penumpang dibuat mengantuk dengan masuknya semilir angin yang sejuk dari jendela. Perjalanan ini menghadirkan kisah tentang aku dan  sosok remaja berseragam batik abu-abu yang akan menuju boulvard depan kampus untuk pulang ke rumahnya. Wita bercerita banyak, bahkan tanpa sadar gadis yang berhasil menjadi juara I olimpiade fisika Jawa Tengah tahun 2012 ini menceritakan kehidupannya. Kisah inspirasi ini sangat langka dan tidak semua merasakannya. Teringat dan tak henti-hentinya cerita itu terngiang-ngiang ditelingaku.

***

Sejak di bangku Sekolah Dasar (SD) Bapak telah meninggalkanku dan Emak untuk menjadi TKI di Arab. Emak di Solo hanya bekerja sebagai pemulung, memunguti botol dan kertas bekas dan berjalan dari tong sampah ke tong sampah lain di daerah pasar gedhe Surakarta. Jatuh temponya hutang , rindu dengan bapak, lelahnya bekerja dari mulai fajar hingga petang, semua itu tidak pernah Emak rasakan. Beliau tidak pernah sedikitpun berucap, namun aku mampu menangkap itu Mak, aku anakmu.

Lulus SD, aku sempat berfikir untuk tidak melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan lebih memilih membantu Emak untuk mencari uang dengan bekerja. Emak menolak dengan tegas, Beliau ingin anak semata wayangnya tidak menjadi seperti orang tuanya. Hati ini menjerit keras kala itu, disaksikan tempat tidurku yang mulai habis termakan rayap aku memeluk Emak di sudut kamar. Air mataku dan Emak yang keluar saat itu menjadi sebuah titik balik cita-cita hidupku. Mulai saat itu aku berjanji pada diriku, Emak, dan Bapak yang ada disana bahwa aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik dan aku yakin bisa!.

Juni 2008 pengumuman SMP , aku bingung lagi mencari uang. Di dalam rak almariku hanya ada 3 logam pecahan limaratus rupiah dan selembar uang bergambar pangeran pattimura yang tampak lusuh dengan isolasi menempel di sudut kiri lembaran. Berharap itu cukup untuk ke warnet. Semakin cepat derap langkah kakiku disaat  perasaan ini gelisah, keringat dingin pun membasahi wajah ini, membaca tulisan di layar komputer aku terpana. Aku lolos masuk di SMP 4 Surakarta, sebuah sekolah yang favorit dan terkenal dengan prestasi-prestasi dari siswa-siswinya baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

Juara kelas selama tiga tahun di SMP, membuatku mendapatkan beasiswa di sekolah ini. Syukurku tidak terhingga karena dengan ini aku merasa telah meringankan beban Ibuku. Setiap kali penerimaan piagam prestasi, aku tersenyum menahan tangis mengingat Bapak yang belum pernah sekalipun menyaksikanku menerima piagam ataupun tropi-tropiku yang lain. Hingga detik ini kabar tentang keberadaan dan kondisi Bapak belum juga kami terima.

Dalam setiap nafas yang di hembuskan selalu ada takdir Ilahi yang berlaku. Dalam setiap hembusan nafas, pasti ada kejadian atau peristiwa yang menimpa. Ada saja yang terjadi ketika aku mulai menata impian ini, Emak jatuh sakit sesaat setelah pengumuman kelulusanku. Maju untuk melanjutkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serasa mustahil karena siapa yang akan membiayaiku? Adakah keberuntungan lagi untuk mendapatkan beasiswa? Lagipula siapa yang akan menjaga dan merawat Emak saat aku sekolah?

Tuhan memberikanku jalan keluar, dan rizki  dari arah yang tidak pernah kusangka. Menjelang senja bersama jingga dibarat, tiga orang aktivis Dompet Dhuafa yang mendatangi rumahku dan memberitahu bahwa aku mendapatkan beasiswa sampai lulus SMK dan Emak akan dibawa ke rumah sakit sampai kondisinya membaik.

***

Sungguh beruntung orang yang bisa mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dialaminya. Karena di balik setiap peristiwa selalu terkandung hikmah yang tersembunyi. Lambaian tangan mengakhirkan pertemuan tak disengaja, syukur tak terkira atas petunjuk hati yang memberikan arti.  (ditulis oleh @m_mehilda)

Leave a Reply